Tembang Tanahair (Buku Keempat)
Penerbit : PT Gramedia
Cover : Yahyono
Cetakan Pertama, Desember 1989
192 hlm; 18 cm
Ebook (djvu) by syauqy_arr
Sinopsis
ADIPATI KEDHE, sekembalinya di Keraton, diangkat Kanjeng Ratu Tribhuwana Tunggadewi menjadi Senopati Utama, bersama dengan Blencong Jurugusali. Kedhe mengalami berbagai pengalaman yang tak pernah diduganya. Karena bertemu dengan Eyang Guru Rajadewa! Sesuatu yang tak pernah diketahui atau pernah dibayangkan sebelumnya. Kejadian yang kedua, tanpa terasa bisa membawa Kidungan Para Raja!
Bersama senopati Gajah Mada, Singa Nala, serta Pangeran Brehweh yang tetap membalikkan cara berpikir, Kedhe melanjutkan pengembaraan. Sedikit banyak mulai tersingkap apa yang pernah terjadi di Perguruan Awan, saat terjadi pertarungan besar dan menentukan antara ksatria lelananging jagat melawan Halayudha, yang mengaku menurunkan semua ilmu di jagat ini. Untuk pertama kalinya, Kedhe mendengar sebagian, sempalan dari Tembang Tanahair. Ajaran yang ternyata menggetarkan jagat sehingga mengundang kedatangan Raja Dunia Berambut Merah dari tanah yang tertinggi di dunia, tanah yang merupakan Empyak Jagat, atau Atap Dunia, di Tibet.
Perjalanan Kedhe ke Simping kembali mengalami gangguan ketika tersesat masuk dalam wilayah kekuasaan Paguron Soma, atau Perguruan Rembulan. Sebuah perguruan yang mempunyai tata krama sangat ganjil bagi orang luar, yang memuliakan kaum wanita, sejajar atau melebihi kaum pria. Kedhe masuk dalam jebakan dendam masa lampau Julung Jumantara, sehingga terkena Tlutuh Abuh, atau getah yang membuatnya lengket dan melepuh kulitnya. Lebih dari itu semua, Kedhe justru bisa menekan hawa panas di pusarnya, yang sering tak bisa dikendalikan secara sempurna.
Apakah ini keunggulan yang terlambat? Apa sebenarnya wasiat Maharani Suci Rajapatni? Bagaimana nasib Kidungan Para Raja yang tersimpan dalam kainnya? Bukankah Rara Rarabi, dan Pangeran Marma Mataun, mengadu nyawa ketika menitipkan kepadanya?
______________________________________